SIKKA - Penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas pengelolaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun Anggaran 2021 yang diraih Pemerintah Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, terus menuai polemik.
Polemik itu diantaranya, ada yang menganggap bahwa WTP yang diperoleh Pemkab Sikka atas penggunaan dana BTT 2021, telah sesuai emergensi atau kondisional. Ada pula menganggap WTP tersebut merupakan sebuah rekayasa semata yang menjurus sebagai syarat korupsi.
Seperti halnya yang dibeberkan Pengamat Hukum Surabaya Marianus Gaharpung SH.MS. Menurutnya, perolehan WTP sebagai prestasi Pemkab Sikka sangat mengecawakan, sebab, prestasi itu diduga penuh rekayasa.
"Sandiwara perolehan WTP sebagai prestasi tata kelola keuangan di Pemerintah Kabupaten Sikka (Pemkab Sikka) lama - lama akan terkuak. Sungguh mengecewakan sebab ada dugaan kuat bahwa prestasi yang diraih itu penuh rekayasa anggaran, " ucap dosen asal Sikka ini.
Menurut Marianus lagi, sejatinya dugaan tindakan melawan hukum dimana bermula dari kenaikan tiga kali APBD SIKKA 2021 yang sangat fantastis yakni 294, 75% yang dilakukan oleh Bupati Sikka hanya berdasarkan Perbup.
"Tindakan nekad bupati justru bertentangan dengan Pasal 18, 19 dan Pasal 20 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa perubahan APBD wajib dibicarakan dan mendapat persetujuan DPRD Sikka. Ternyata Bupati Sikka sama sekali tidak mengindahkan norma itu. Padahal dalam hukum administrasi (negara) disebut wewenang terikat bukan wewenang fakultatif apalagi wewenang bebas, "ungkapnya.
Dia menambahkan, sebagian dana APBD telah digelontorkan kepada Kantor BPBD Sikka tahun 2021 lalu, dengan alasan adanya bencana alam, namun kenyataannya di tahun itu hujan angin biasa (Januari - Pebruari) tidak masuk kategori bencana alam.
"Akhirnya persoalan dana BTT ini mulai terkuat dimana bendahara pembantu bersama tim yang berurusan dengan dana BTT pada April 2022 diduga dipanggil oknum Sekda Sikka demi klarifikasi terkait temuan dana BTT sebesar 2. 800.000, 000 lebih (dua miliar delapan ratus juta lebih) berdasarkan temuan BPK. Uang ini akibat penggunaan dana dengan alasan emergensi (bencana alam) sejatinya tidak ada bencana alam di Sikka sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan. Temuan tersebut berupa dana BTT Covid satu miliar seratus juta lebih dan dana BTT non covid adalah satu miliar enam ratus juta lebih, " sebut Marianus.
Lawyer dan dosen Fakultas Hukum di Universitas Surabaya ini juga menuturkan, atas usaha bendahara pembantu bersama sekretariat BPKAD serta Kasubag Keuangan BPKAD menyelesaikan semuanya, maka, dengan data data serta bukti yang ada akhirnya menjadi Rp. 990.000.000. Pada Mei 2022 ada pertemuan oknum sekda, oknum asisten 3, kepala inspektorat, kepala BPBD kepala keuangan serta mantan kepala BPBD dengan meminta pengguna anggaran dan bendahara untuk tanda tangan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) agar Pemkab Sikka mendapatkan WTP dalam tata kelola keuangan.
"Kepala BPD tidak mau tanda tangan alasan tersebut logik karena beliau ketika penggunaan dana itu belum menjabat sudah pasti tidak tahu justru yang harus tanda tangan mantan kepala BPBD tetapi bagaimana ada dugaan tidak tanda tangan. Anehnya, ada dugaan bendahara pembantu dipaksa tanda tangan SKTJM dengan tanpa ditunjukkan oleh oknum inspektorat alasan dan bukti apa saja sebagai alas hak untuk tanda tangan. Disini mulai terlihat rekayasa untuk berusaha menghilangkan tanggungjawab oknum oknum pejabat yang lain, " lirihnya.
Padahal, dari aspek logika hukum setiap orang, sambung Marianus, ketika dimintakan pertanggungjawaban hukum atas perbuatan hukumnya harus diberikan alasan dan ditunjukkan bukti bukti apa saja yang wajib menjadi tanggung jawab orang yang melakukan tanda tangan dalam hal dimaksud bendahara pembantu.
Karena, untuk mendapatkan WTP harus ada barang jaminan senilai dugaan kerugian tersebut, sehingga harta berupa sertipikat hak milik dari bendahara pembantu yang masih diagunkan di BNI cabang Maumere harus dijadikan tumbal agar dimata BPK dinilai pengelolaan keuangan Pemkab Sikka layak tidak bermasalah sebagai prasyarat mendapatkan WTP.
"Bendahara pembantu tidak punya uang cash untuk menutupi uang pinjaman di BNI untuk mengambil sertipikat lalu oleh oknum Sekda mengatakan dengan susah payah berusaha dapatkan uang Rp. 109.000.000 untuk tutup utang di bank dengan pesan kepada ibu bendahara pembantu agar tidak boleh cerita kepada siapa - siapa termasuk kepada suami. Lagi - lagi bentuk sandiwara tingkat tinggi yang disutradarai oknum Sekda, " ungkap Marianus.
Disamping itu, Ketua Biro Bantuan Hukum FH Ubaya ini juga memberikan 2 (dua) pertanyaan atas dasar peristiwa hukum tersebut. Diantaranya,
1. Apakah SKTJM yang ditandatangani bendahara pembantu sah dimata hukum. Memang ada suatu prinsip hukum apa yang sudah disetujui misalnya melalui tanda tangan seseorang maka mengikat orang itu seperti undang undang (Pasal 1338 KUH. Perdata). Tetapi kekuatan hukum atas tanda tangan akan batal demi hukum jika ada unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan. Tanda tangan SKTJM oleh bendahara pembantu ada dugaan pemaksaan dan penipuan bahwa ibu bendahara pembantu tanda tangan saja, kami akan berusaha membantu untuk selesai masalah ini. Ternyata setelah tanda tangan oknum - oknum yang berjanji tersebut tidak ada satupun yang berniat selesaikan. Uang 900 juta lebih tidak mungkin seluruhnya dipakai oleh bendahara pembantu sehingga yang harus bertanggungjawab tidak saja bendahara pembantu tetapi mantan kepala BPBD, dan pihak lain yang diduga embat dana BTT. Disisi lain oknum oknum pejabat yang memaksa bendahara pembantu tanda tanda bukan aparat penegak hukum yang mempunyai kekuatan eksekutorial memaksa tanda tangan dan mengambil sertipikat milik bendahara pembantu di bank.
Baca juga:
Diagram Kerajaan Sambo, DPR Minta Polri Usut
|
2. Mengapa oknum sekda serta inspektorat tidak mempunyai nyali untuk memanggil dan memaksa mantan ketua BPBD (pengguna anggaran) dan oknum lain untuk tanda tangan SKTJM? Apa yang anda takutan terhadap mantan Kepala BPBD yang akan "nyanyi" siapa - siapa oknum pejabat yang ikut embat dana BTT 2021?"Oleh karena itu, Pansus Dana BTT 2021 harus berani dan mampu "mengejar" dengan berbagai argumentasi hukum oknum oknum siapa saja yang bertanggungjawab atas jebolnya dana BTT ini agar warga nian tana Sikka tetap menaruh kepercayaan pada pansus DPRD Sikka, " ringkas Marianus.